Jumat, 22 November 2019

Chapter 04: Sweet Creature - Harry Styles ♥ (A short story about Famanil)



"If the grass look greener on the other side, stop staring. Stop comparing. Stop complaining. Start watering the grass you're standing on."

Dua tahun temenan sama Een, quotes itu yang pertama kali melekat di pikiran saya. Pertama kali temenan pasti langsung mikir iya sih she deserves every good things in the world karena dia terlalu sweet dan baik jadi karma baik kayak selalu menyertai. Pernah satu waktu ngerasa hidup lagi super chaos dan hampir semua orang juga hidupnya unstable, terus ngeliat Een dan mikir : Ya ampun ya manusia ini hidupnya semulus dan sestabil itu. She must have done something good to deserve such a beautiful life. Karena percayalah, diantara kita semua hanya Een yang hidupnya (terlihat) baik-baik saja dan stabil. Dari love-life, akademis, keluarga dan pertemanan, cuma Een aja yang kayaknya jarang banget terdengar permasalahan (atau mungkin dia cuma gapernah ngeluh aja sih haha).


Tapi begitulah. Rumput tetangga pasti akan terlihat lebih hijau daripada milik kita sendiri, kan?
Semakin dekat sama Een, semakin saya tau bahwa hal-hal yang kita lihat mulus-mulus aja itu juga bukannya terjadi gitu aja. 

Immersion bareng dan satu bimbingan bikin saya sadar kalau nilai-nilai akademik dia yang bagus juga bukannya jatuh gitu aja dari langit. Di saat kita semua sibuk main, nonton, makan, hangout, ngurusin ini dan itu yang lain, dia bisa begadang dan ngunci diri berhari-hari di kamar demi ngerjain laporan ataupun begadang tulis thesis.

Saya yakin love-life yang kita lihat baik-baik saja pun pasti dibangun dengan kerja keras bertahun-tahun. Ngga semua orang bisa bertahan LDR apalagi di usia pacaran yang terbilang sudah lama dan mereka berhasil baik-baik aja melawan jarak. Distance is for those who are willing to spend time alone in exchange for a little time with the one they love. Menjaga hubungan (apalagi jarak jauh) tentu saja butuh kerja keras dan usaha. Ngga pernah sih sekalipun lihat Een main-main sama cowo lain untuk flirting. Ngga pernah juga lihat dia aneh-aneh yang bakal mengancam keharmonisan hubungan dia sama Ici, haha. Jadi wajar kalau hubungannya juga pasti mulus-mulus aja. Again, nothing is impossible with hardwork (and commitmen).

Jujur saja, selama dua tahun berteman mungkin justru disaat-saat terakhir menjelang lulus baru bisa dikatakan dekat dan benar-benar kenal sama Een. Walau begitu, dari awal, impresi untuk Een sudah jelas: dia ramah dan menyenangkan. Beda tipe dengan menyenangkannya Karina dan Kikinyo yang lebih ke arah happy vibes. Een is more passive and emphatetic, she's a good, warm-hearted woman. Menyenangkan tapi juga menenangkan. Dan sejauh ini impresi itu tetap ga hilang dan berubah :)

Saya ingat tahun lalu waktu saya lagi ada di titik terendah hidup saya dan waktu itu kita berempat lagi belajar bareng terus bosan dan akhirnya malah ngobrol ngalor ngidul yang berakhir curhat soal kehidupan saya saat itu. Dimana harusnya saya yang sedih tapi malah Een yang nangis saking ngga teganya dia denger ceritanya. Antara kocak tapi juga terharu terus pengen melukin karena kenapa manusia ini sungguh sangat sweet :>

Dan itupun yang menjawab kenapa manusia ini bisa dikelilingi banyak manusia-manusia baik yang akhirnya juga menawarkan banyak hal-hal baik di hidup dia :) 

And I'm glad to know that. Bahwa hidupnya yang mulus dan baik memang sudah selayaknya dirasakan oleh Een. Bukan karena keberuntungan semata. Bahwa yang bawa hal-hal baik di kehidupan dia memang berasal dari dia yang baik ke sekitar dan ke hidupnya sendiri. Bahwa saya yakin hal itu ga akan pernah berhenti sehingga hal-hal baik juga ngga akan pernah berhenti hadir di hidup Een :)




Because she's a sweet creature. And she's the kind of person that you always want to be happy. 

Semoga selalu dan selalu di kelilingi banyak orang baik dan hal baik di sekeliling Een. 
Jangan lupa rumputnya disiram ya, Een, biar selalu hijau ♥


Xoxo,
Tissaflo


Kamis, 24 Oktober 2019

Chapter 03: Happy - Mocca ♥ (A short story about Karina)


Daripada berteman, mungkin bakal lebih pas kalau pakai istilah "dipungut". Begitulah awal saya dan Karina jadi teman dekat. Waktu itu saya lagi duduk sendirian jajan di Studen Lounge dan karina masuk sambil bilang "Sendirian mulu, ayolah sini kita main bareng". Trus langsung ngikut karina kemana-mana kayak anak kucing gapunya tujuan selama satu semester. Iya, percayalah hidup saya di awal S2 semenyedihkan itu ternyata kalau diingat :') I'm not the most sociable person since my day as a kid.

Meskipun begitu ke-apatisan saya ini bisa diimbangi dengan baik oleh Karina yang ga pernah bosen bersosialisasi sama manusia lain. Tiap saya ga mau bersosial, pasti langsung digeret buat dikenalin sama semua orang. Aslik sih beneran literally digeret keman-mana dikenalin sama random people yang ada dikampus (yang maaf ya, sebagian besar saya bahkan lupa saking begonya kalo disuruh ngehapal nama dan muka orang :| ). Ga pernah absen diajak kemana-mana dan diajak ngobrol apa aja. 

I love her vibes. Her vibe is attractive and it seems like she always radiates positive energy to people around her. Percayalah itu bukan traits yang bisa dengan mudah dimiliki semua orang. Wajar kalau banyak yang sayang dan bahagia hidup di sekitar Karina :)

Selama 2 tahun kuliah pun saya belum pernah ngeliat dia nangis yang beneran nangis berurai air mata, mau sesedih apapun, dimarahin kayak apapun, atau sebingung apapun pasti bakal direspon sama bocahnya cuma dengan cengengesan. Walaupun beberapa kali ngeluh sedih, bete, patah hati, kecewa atau apapun tapi nangisnya bener-bener disimpen cuma buat dia sendiri. Begitu cerita besoknya tetep aja mukanya cengengesan. Kadang tuh kayak pengen ngumpetin dia dimana gtu biar ga dijahatin sama dunia. Bocahnya terlalu polos buat hidup di dunia yang kejam :(

Buat saya, Karina adalah pembuka jalan saya pada kehidupan S2 yang menyenangkan, yang menurut saya jadi salah satu momen menyenangkan di hidup saya. Kalau ngga dipungut di awal perkuliahan mungkin saya masih apatis dan cuma mikir yang penting kuliah aja tanpa merasakan punya teman-teman yang super care.

Begitu lulus jelas pasti bakal super kangen sama kebawelan bocah ini. Perbincangan random di mobil dari kampus sampe kosan, kepanikan-kepanikan yang dirasakan bersama selama kuliah dan ngerusuhin yose buat bantuin ini itu, yang sama-sama nangis bareng waktu ngehapalin materi-materi ujian yang banyak banget, lari-lari telat ke konser, nyobain makanan ini dan itu lewat gofood, di keluhin berbagai kisah cintanya dia sampe kadang saya pengen teriak "Ya ampun udah deh karin tinggalin aja cowo ga cuma doi" tapi pada akhirnya tetep berakhir di dengerin aja karena orang jatuh cinta ga bakal bisa di omongin, bisanya ditangkep klo bsok udah jatuh ke jurang :')



Semoga masih sempat main ke bianglala dan masak churros bersama suatu hari nanti sebelum sama-sama menua dan melupakan ya.

If one day you lose your way, just remember that I'm here to stay.
Don't you give up, keep your chin up and be happy yaaaaaaa.
Doa-doa baik menyertai Karina. I Love you ;)


Xoxo,
Tissaflo




Kamis, 10 Oktober 2019

Chapter 02: I'll be there for you - The Rembrandts ♥ (A short Story about Yose)



"When you do one good deed, it creates a ripple effect. 
One good deed leads to another and another"

I remember marshall ericksen said that to Ted once, and I always remember that quotes everytime I remember him. 

Him. Yosaphat Carlo Wardhana. So, this is another appreciation post series. Pertama kali kenalan di Business Fun Game waktu masuk S2, Saat itu saya sempat kesal sama pria ini. Disaat semua orang sibuk kenalan, beramah tamah dan berbasa basi, cuma dia doang yang melipir pergi pas diajak ngobrol. Waktu itu saya ingat duduk bersebelahan, ngajak ngobrol dan (berusaha) ramah, tapi dibalas dengan ditinggal pergi gitu aja ditengah pembicaraan. Kan jadi mikir salah saya apa ditinggal gitu aja ditengah ngobrol. How rude, Yos! :')

Taunya manusia menyebalkan itu satu kelas sama saya dan setengah semester berikutnya saya ingat kami berdua ga pernah saling sapa. Selain karena saya juga ga terlalu banyak berinteraksi sama manusia lain di kelas, juga karena entah kenapa manusia itu hilang di radar pertemanan saya semenjak peristiwa ditinggal itu.  

Ya gimana, saya kira dia ignorance banget dan ga peduli sama sekitar. Jadilah mungkin alam sadar saya juga ikutan ga peduli (iya sih ini jahat banget, siapalah saya ini ngejudge orang seenaknya ahahaha, maapkan Yos). Turning pointnya adalah ketika kita rame-rame pergi ke dieng, duduk di satu elf yang sama. Saya ingat waktu itu semua anak-anak cowo duduk di belakang karena bagian depan di akuisisi oleh cewe-cewe dan juga karena kursi belakang punya space untuk kaki yang lebih luas. Kebetulan salah satu teman yang duduk di bangku sebelah saya (cewe) minta tukar kursi karena kurang nyaman. Yose adalah satu-satunya yang dengan sukarela mau tukar tempat duduk ke depan, dimana kursi depan jelas lebih sempit apalagi buat kakinya yang panjang :') Jadilah berjam-jam dia duduk tersiksa di kursi sempit itu, sepanjang perjalanan dari dieng sampai jogja. Tanpa ngeluh tapi keliatan banget mukanya tersiksa dan ga nyaman. And that is one "good deed" I talked about yang akhirnya bikin saya dan Yose mendadak jadi teman akrab setelahnya. One good deed yang dilakuin Yose hari itu emang sepele sih. Mungkin dia sendiri pun ga sadar kalau itu pada akhirnya dengan sederhana bisa merubah impresi orang lain terhadap dia. Once I though he was just that cold hearted guy, turns out saat ini dia adalah salah satu orang yang paling care di hidup saya. 24/7 siap ngederin dan ngebantuin segala hal. Bukan cuma sama saya, tapi sama semua orang. 

And I'm blessed that i've got him as one of my bestfriend. 

Dari mulai cuma sekedar obrolan ga penting, jokes receh menyebalkan-nya dia yang selalu bikin muka aku -__________- (like i said before, yos. I dont think my sense of humor is good enough, but you really need to upgrade yours. Lol), sampe ke nemenin saya kemana-mana pas patah hati: di chat tiap jam, di jemput tiap hari cuma biar saya ga melakukan hal bodoh karna patah hati :')

Thank you for made me feel less alone as I found my way to rebuild my life around. Terimakasih sudah menjadi teman selama 2 tahun terakhir. Walaupun aku suka berisik dan menyebalkan, tapi percayalah kamu selalu ada di dalam doaku biar hidupnya selalu bahagia (terutama bagian jodoh dan karir haha).

Thank you for always being you! 


Cheers,
Tissaflo

Chapter 01 : Fake Optics - Ardhito Pramono ♥ (A Short Story about Kikinyooo)




Pertemuan pertama saya dengan Kikinyo bukanlah suatu hal yang cukup istimewa untuk diingat. Semua terjadi sambil lalu dan saya selalu merasa kalau she's just that popular girl with all the privileges: pretty, rich, get along well with other people, and loves the spotlight. Dimana saya bukanlah tipe yang akan berinteraksi terlalu dekat dengan banyak orang-orang populer seperti itu. I hate the spotlight and I hate to do a little talk to strangers. I always think i need a book about how to mingle with other human everytime i have to meet a bunch of people in some social events dan Kikinyo adalah kebalikan dari saya. She loves the crowd and she can handle the situation well. Sebagai pecinta rom-com dan segala film drama bernuansa teenlit, udah bakal kebayang banget kira-kira doi bakal jadi peran yang semacam apa. She'll be that poppy moore in Wild Child or Elle wood in Legally Blonde (and I'll be that drippy girl who loves to finished all the leftover ice cream inside the dorm's refrigerator). Tipikal cewe-cewe yang punya geng perempuan yang hobi belanja dan dandan, party goers, idaman para senior populer, self-centered dan sebagainya.

But, no. Setelah 2 tahun terakhir menghabiskan sisa hidup perkuliahan S2 saya dengan Kikinyo, membuat saya berpikir bahwa dia justru lebih mirip Rachel Green di series Friends. If you ever watched the Friends Series, you'll find that Rachel Green has a very-very great character development amongs the other cast on that tv show. She goes from marrying for money to a full-fledged career woman.

While there are countless "poor little rich girl" characters in film and television shows, Rachel Green feels very unique. She does have some trials and tribulation since she break ups with her rich-fiance in the begining of the show, and since she works as a waitress and does struggle before she gets her dream job and settle, I dont feel like she simply gets everything handed to her.

All the first impressions were just fake optics. Saya tahu bahwa kehidupan teman saya ini pun tidak semudah yang saya judge di awal pertemuan. She didnt simply get all the privileges handed to her. Semakin hari pun saya meyakini bahwa dia semakin bekerja keras untuk mendapatkan semuanya-- Karir dan segala pencapaiannya. Because you know, you don't have to be great, you just have to have the will to constantly improve yourself.

2 tahun struggling bareng di dunia perkuliahan membuat saya sadar bahwa setiap orang punya kisah struggle-nya masing-masing. Kikinyo adalah satu dari sekian banyak teman saya yang membuat saya banyak belajar baik dari gimana cara dia berprogress dan juga gimana dia nge-treat orang lain dengan baik.

She's smart, fashionable, ditzy and a great friend indeed ♥



Only 2 years but she has witnessed me going through heartbreaks and dissapointments, understand how sometimes I could be so unlovable (ga keitung berapa kali udah kikinyo kena marah-marahnya aku kalo lagi super cranky hahaha maapkan ya :')

Saya ingat saya pernah jadi manusia super menyebalkan seharian dan kinyo kena dampak omelan saya hari itu. Saya sadar betul orang lain mungkin bakal kesal dan mungkin balik marah atau malah jadi jauh. But she didnt. Gantinya justru seplastik penuh makanan kesukaan saya (dan warnanya kuning semua) dan simple notes bertuliskan: I know you have a bad day, I hope these things will brighten your mood. Langsung mewek di tempat :')

Every time I felt broken and defeated, she reminded me that I was worthy of someone better, because of the way she treats me.

And I will always remember that. I hope that there would be more women supporting each other like this during all the challenging and confusing time of our lives. Cheers!


xoxo,
Tissaflo





An opening to a new Chapter ♥



I'm graduating. Now what?

Pertanyaan yang bakal hadir selama beberapa hari setelah melewati segala penyiksaan thesis dan sidang akhir. Namun daripada menjawab pertanyaan menyebalkan itu, saya justru memilih buat balik lagi ke masa lalu, mengingat banyak hal yang membantu saya hingga sampai ke titik ini (atau mungkin karena saya lagi cari pelarian aja sih biar ga pusing mikirin masa depan. upssss)

Well, mengambil master degree apalagi di jurusan manajemen bukanlah hal yang ada di rencana hidup saya. Boro-boro ambil S2 di fakultas ekonomi, dulu saya memutuskan masuk IPA di sekolah menengah justru karena ingin menghindari pelajaran ekonomi dan akuntansi, bukan karena saya cinta rumus-rumus fisika ataupun segala tetek bengek anatomi manusia di Biologi. Well, that's life, you know. We never end up where you thought you wanted to be. Karena satu dan lain hal saya terpaksa terjebak untuk menyelesaikan kuliah di jurusan yang sangat bertolak belakang dengan pendidikan yang saya tempuh sebelumnya.

Sebagai manusia visual yang benci membaca tulisan banyak-banyak, bersinggungan dengan angka-angka akuntansi, dan menulis paper penelitian, tentu saja keputusan untuk mengambil S2 manajemen dan menyelesaikannya ini penuh dengan drama dan penyesalan (di awal). 

But time did fly, quite unnoticeable, and instead of complaining that the rose bush is full of thorns, I'd be happy that the thorn bush has roses. Karena tanpa sadar pada akhirnya kita akan survive menghadapi segala hal yang ada dihadapan kita. We buried our heads deeply inside the repetitive daily routines and get along with all the problems. At the end of the journey, I can say that sometimes something might seem like bad news, but it could turn out to be a blessing in disguise.

Dan buat saya hal itu yang pertama adalah pertemanan. Dan yang kedua adalah bagaimana saya pada akhirnya bisa ikhlas dan menerima segala hal yang di luar ekspektasi saya dan menjadikan itu sebagai batu lompatan untuk membenahi diri saya. 

Tentu saja banyak drama mengiringi perjalanan ini guys :') But I'm forever grateful for everything that happened and I'm deeply thank full for everyone I had these past 2 years. 

We all go through hard times in life. It's a part of being alive and it's the reality we all have to deal with. It's a cliche, but believe me, along this path of darkness there's always light waiting to be seen. It may be hiding behind those circumstances that we encounter: in a stranger we just met at an unexpected place, family who has been always there but you always ignored, a friend you have these whole time or friend you just met. Just open your heart you'll see how blessed you are to have them all in your life. 

Dimulai dari postingan ini, saya akan menuliskan beberapa tulisan pada postingan-postingan berikutnya sebagai appreciation post kepada orang-orang penting di hidup saya beberapa tahun terakhir :) Because we've been through this roller coaster since two years ago (and yes we finally made it guys, those tears during our college-life have paid off. Lol! )



Cheers,
Tissaflo


Sabtu, 18 Mei 2019

#np Hapiness-Rex Orange County 🎶





Upon waiting for my Indomie to finish cooking this afternoon, I opened my Instagram and found an interesting DM from a friend who i rarely talked to, stating : 

"Hidup anda kayaknya membahagiakan ya tis. Banyak orang yang sayang kamu, kasih hadiah dengan berbagai media dan output. Sungguh mengharukan". 

I did a long pause after read all of those words. 

Some people didnt know what other people have been thru and I dont  blame them for not understand. But suddenly it stroke me right away: the slight relief sense in my heart. 
Why? Because things have been crazy lately. I've been upset bout so many things and i have no idea how to work through all of these things alone. I try not to complain a lot. Try to vibes alone and not depend to other people. But everything's so complicated and i always think that i can't survive :(

Percayalah, menuju 27 adalah beban terberat yang pernah saya alami menjelang ulang tahun. I'm feeling like i have no achievement beside staying alive and sane, dan segala ke-overthinking-an ini membawa saya ke satu hal : at some point, i feel like i lost my self-worth. 

DM tersebut membuat saya benar-benar sadar bahwa saya seharusnya bisa sangat lebih bersyukur melewati usia 27 ini. 

Teringat pembicaraan 6 bulan lalu sebelum saya berulang tahun ke 27. My ex-boyfriend told me to call-off the wedding 2 Months before the wedding ceremony. The worst part of everything was, when I asked "why?", He replied with "aku belom siap."

Lah kalau belum siap, kenapa baru bilang sekarang? setelah semua vendor sudah di DP dan semua persiapan sudah hampir selesai. Dari semua alasan yang dia list kenapa dia belom siap menikahi saya, ada satu hal yang membuat saya ingin tarik napas dan kipas-kipas kepala saya yang udah pengen meledak. 

He said, "Aku ingin hidup aku terus maju dan aku pengen punya pendamping hidup yang bisa mengimbangi aku yang terus maju, terus punya achievement. Kamu bisa? Kamu memang udah tau tujuan hidup kamu apa? Achievement kamu apa aja? Ya kalau kamu bisa ya gapapa. tapi yakin kamu bisa mengimbangi?".

9 tahun pacaran. Ngelewatin segala ups and downs bareng dari jaman dia belum sukses sampai dia sukses dan pada akhirnya yang di pertanyakan adalah achievement saya yang gabisa mengimbangi dia.

I dont know how to react to that actually. Bukan salah dia sih punya pemikiran kayak gitu, wajar. Dia pengusaha yang lagi ada di puncak karir, pengen punya pendamping hidup yang selevel ya wajar demi keberlanjutan usaha dan karir dia. Tapi ternyata buat ga sakit hati di bilang kayak gitu itu susah juga ya. Haha. Dan pada posisi ini pun kenyataannya ya memang begitu : I have no achievement. Saya baru satu semester menempuh pendidikan di S2 (pun itu dia yang suruh), I have no job, no money. Hidup mandiri tiap bulan aja masih berdarah-darah, masih nabung berhemat biar ga hedon tiap bulan. Sedangkan hampir semua teman dekat di usia saya sudah mapan bekerja, menikah, punya anak, membahagiakan orang tua. Where was I?

2018 adalah tahun tergila buat saya. Posisi gapunya eksistensi hidup apapun. No achievement. Perkara masalah menikah yang gagal pun membawa saya untuk menjauhkan diri dari orang sekitar. Segan sama orang tua saya dan keluarga terdekat saya, menarik diri dari lingkungan pertemanan cuma karena saya malas ditanya "Tissa kapan jadinya nikah?" (Percayalah perkara ini saya cuma cerita sama 2 orang terdekat saya, yang saya tau kira-kira ketika saya cerita, mereka ga akan banyak mengajukan pertanyaan). Jadi, awal tahun 2018 saya jungkir balik sendirian, nata perasaan dan otak saya biar bisa survive ngelewatin hidup dengan normal tanpa ngeluh kesana sini.
Di otak pikirannya cuma satu : Maybe you'll think you wont survive, but then you survived. Eventually.

Modalnya bener-bener cuma ikhlas doang. Walaupun susahnya banget, terutama karna menikah beda banget sama putus. Urusannya ga cuma menyangkut saya dan mas (mantan) pacar, tetapi juga keluarga dan orang tua. Patah hatinya ngeliat orang tua saya patah hati lebih bikin patah hati daripada saya yang harusnya patah hati karna gagal nikah. 

But here we are. Di ulang tahun ke-27 yang saya kira ga bakal bisa di lewati dengan baik, ternyata menurut orang lain, hidup saya terlihat cukup bahagia. Karena percayalah, pada akhirnya hidup bahagia itu ga harus se cheessy you met your soulmate then lived happily ever after doang. Bisa melewati semuanya dengan normal, staying sane di kondisi yang harusnya kamu bisa ngamuk-ngamuk nangis nangis sampe abis air mata, dan tetap bisa bersosialisai dengan normal dan berteman dengan baik sama orang lain juga adalah bentuk hal yang harus disyukuri.

Pada akhirnya bahagia itu perkara sesimpel menerima diri sendiri, dan segala flaws nya. pelan-pelan menata tujuan hidup lagi, menata kepercayaan diri lagi buat punya goal di dalam hidup lagi. Pelan-pelan ngurangin baggage biar nantinya ga ngerusak ritme relationship berikutnya.

And thank god, I survived. 2019, Still no achievement (yet) sih, selain sedang berjuang lulus. Bersyukur punya orang-orang yang bisa paham sama semua hal-hal yang saya lalui diatas dan jadi best support system sampai sejauh ini.

Just pretend you are fine, until you really are :)


Xoxo,
Tissaflo

( Tulisan ini seharusnya ditulis setahun lalu di ulang tahun saya yang ke-27, tapi karena kesibukan yang super duper gabisa di sela, jadi baru bisa saya selesaikan dan posting. Sekedar berbagi cerita dan juga pengingat terutama buat diri saya sendiri : Saya pernah merasa hampir putus asa, tapi pada akhirnya semua bisa tertata baik-baik dan paham bahwa yang dicari bukan sempurna dan berbahagia di akhir cerita, tetapi justru bahagia melewati segala prosesnya ketika pelan-pelan kamu bisa menata hidupmu lagi dengan sedikit lebih baik).

Here and There, in Seoul ❥

Well, this post was about my trip to Seoul. Nothing much, just random snaps. Many seconds were spent waiting the bus, strolling the street of Seoul, buying any delicious and tempting street foods, the culture, the street-life, all the facades along the way, and more and more ❥

Bukchon Hanok Village. One of Korean Traditional Village in Seoul. 

Another (modern) side of Bukchon Village.



The modern Korean Tteobokki shop version (left) and The street food style (of tteobokki) cart version 

Interesting. cant read who was here tho
This pretty much reminds me of some scenes in Page Turner (well, i'm bit fan of Kim So hyun. Lol)



Honestly, Korea wasnt as good as I expected (maybe because I didnt explore much), but I still enjoy the trip. Sometimes it takes awhile to step back and notice the beauty in all ordinary moments tho.

xoxo,
Tissaflo 

Senin, 22 April 2019

Seoul, 2019.



The glimpse of Seoul according to my Fuji disposable camera. 2019.
(Ps. The original tone of fuji is so good, I didnt even need to edit them)

Minggu, 21 April 2019

I guess I just Feel like




Sebuah sore manis ketika kita berkendara di Yogyakarta. Iseng mencoba disposable camera baruku sembari bilang "Aku mau coba foto, tapi jangan foto berdua. Mau foto kamu aja, soalnya ini gabisa dihapus." 

karna tentu saja kita tau sore seperti ini bisa jadi tidak akan ada lagi. 
Tapi bukan berarti tidak bisa dinikmati dan diabadikan :)

Well, I know. Everything's dark and blurry, but believe me, the feelings are real.