"... Dia bilang waktu itu masalahnya pada jarak.
jarak.
jarak
Gw ngulang kata jarak sampe kata tersebut udah ga ada artinya lagi.
Gimana jarak yang dulu itu bisa kita hadapi dengan angkuh tapi sekarang malah jadi penyebab hancurnya hubungan ini.
Mungkin jarak sudah lebih kuat dari apa yang kita punya sekarang.
Atau, mungkin, kita sudah tidak lagi melihat bulan yang sama."
Mungkin jarak sudah lebih kuat dari apa yang kita punya sekarang.
Atau, mungkin, kita sudah tidak lagi melihat bulan yang sama."
(dikutip dari buku Cinta Brontosaurus, Raditya Dika)
Entah Karena saya lagi sangat sensi dengan kata jarak atau gimana, hari ini saya duduk, nonton tv. Suatu keseloan yang jarang saya dapatkan selama beberapa bulan terakhir. Dikejar dengan deadline tugas, Ujian, segala pesanan dari toko kecil saya dan persiapan Kerja praktek saya. Saya duduk nonton tv dengan baju-baju dan koper saya. Meninggalkan pekerjaan yang harus saya seleseikan sebelum berangkat ke bali.
Sebelumnya saya belom pernah berpergian 'jauh'. Well, oke ini cuma bali. saya pernah lebih jauh. tapi bukan lebih lama. oke, cuma 2 bulan. tapi saya enggak pernah meninggalkan rumah selama itu. senang sih, tapi takut juga. Honestly, susah meninggalkan comfort zone-nya. susah buat move on (haha). Susah buat menyadari kalo saya pergi saya bakal membuat jarak baru. Entah buat siapa saja yang saya tinggalkan disini.
Sebelumnya saya pernah menjalani 'Long-distance-relatioship' juga. Bukan, bukan pacar saya.
Dia sahabat saya sejak smp, di beberapa post lalu saya sering mention nama dia. Dan, ketika saya pergi ke bali ini dan menyadari bakal ada 'jarak' lain lagi yang dibangun. saya ingat dia.
Hubungan kami bukannya enggak baik-baik aja, kami baik. Cukup baik buat saling mengabarkan. cukup baik untuk saling lempar senyum dan kata semangat via sms. Kata-kata Raditya dika yang saya kutip diatas benar-benar bikin saya miris. 5 tahun yang lalu saya merasakan hal yang sama. teknologi sudah maju, jarak bukan masalah. kami punya telpon, kami telepon hampir setiap hari sampai tagihan telepon bengkak dan yang kemudian harus kami tolerir hanya lewat sms, walaupun kadang masih menyempatkan telepon disaat saat 'urgent'. Kami masih saling ketemu di beberapa liburan. Dulu saya bilang saya punya sinyal, sekarang sinyal sudah tertelan oleh jarak. ketika sinyal hilang, kami masih saling berkabar rutin. tapi semua selesei ketika saya ganti handphone, dan kata dia provider saya mahal. dia bilang nggakpapa, asal semua baik-baik saja. semua baik-baik saja. tapi kami tau, kami kalah oleh jarak. bahkan teknologi enggan berdamai dengan jarak.
Kami sama-sama tau ini bukan masalah provider, atau tagihan telepon yang membengkak, atau dia yang punya pacar yang super baik dan kebetulan sudah cukup bisa melengkapi, sebagai pacar sekaligus Sahabat.
Mungkin kami hanya harus menyerah pada jarak dan cukup senang hanya dengan tau bahwa kita baik-baik saja. Cukup datang ke pernikahan masing-masing nantinya. well, Life goes on dan kita nggak akan pernah tau siapa saja yang bakal tinggal sampai akhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar